Bisakah Permohonan Hak Asuh Anak dan Nafkah Anak Digabungkan Dalam Gugatan Perceraian ?

Hal yang tak dapat dihindarkan dalam perceraian adalah mengenai  hak asuh dan nafkah anak. Tak jarang kedua hal ini diperebutkan oleh kedua belah pihak. Namun pada hakikatnya hak asuh anak adalah kewajiban kedua orang tuanya karena anak memiliki hak untuk diasuh dan dirawat oleh kedua orang tuanya. Hal ini selaras dengan Pasal 14 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang – undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi :

 Pasal 14 

  • Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
  • Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak: 
  • bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya; 
  • mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; 
  • memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan 
  • memperoleh Hak Anak lainnya. 

Berdasarkan hal tersebut kedua orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak – anaknya. Namun terlepas dari hal tersebut, hak Asuh dan Nafkah anak tetap bisa dimohonkan kepada Pengadilan setempat dengan asas kep-astian hukum.

PENGGABUNGAN HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK DALAM GUGATAN CERAI

Istilah Cerai Gugat dan Cerai Talak pada prakteknya di Pengadilan Agama memiliki perbedaan yang signifikan, Cerai Gugat dilakukan oleh istri dan Cerai Talak diajukan oleh Suami. Pada dasarnya penggabungan Gugatan Hak Asuh Anak dan Nafkah Anak dapat digabungkan dalam Gugatan Cerai, hal ini selaras dengan Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989. Yang berbunyi : 

  • Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta Bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan Pasal tersebut, Hak Asuh dan Nafkah anak jelas dapat dikumulasikan dalam Gugatan Cerai. Namun pada umumnya Hak Asuh Anak dan Nafkah Anak sering dimohonkan oleh istri dalam Gugat Cerai, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan pihak suami atau pemohon pun dapat mengajukan hak asuh anaknya dalam Cerai Talak apabila Pihak istri terbukti lalai dalam mengasuh dan merawat anak dan atau telah memiliki pria lain.

Perihal Pemegang Kuasa Hak Asuh Anak/Hadhanah apabila anak belum berumur 12 tahun/mumayyiz adalah ibu kandungnya, namun apabila anak tersebut sudah berumur 12 tahun, maka anak dapat memilih siapa yang memegang hak asuh atas dirinya. Sementara di Pengadilan Negeri, tidak ada aturan yang jelas tentang siapa pemegang/kuasa hak asuh bagi anak yang belum dewasa, karena di Pengadilan Negeri tidak dikenal istilah mumayiz dan umur kedewasaan, ada yang menganggap sampai umur 18 tahun tapi ada juga hakim yang menganggap sampai berumur 21 tahun.

Tidak adanya amar putusan  dan  yurisprudensi yang melarang penggabungan gugatan Hak Asuh Anak dan Nafkah Anak dalam suatu kasus perceraian. Namun karena adanya asas dalam acara perdata asas hakim pasif dan asas ultra petita. sehingga apabila dalam petitum tidak dimohonkan oleh para pihak tentang hak asuh dan hak nafkah anak, maka hakim juga tidak bisa memberi amar putusannya dalam perceraian tersebut.